PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR LABORATORIUM SEKOLAH
DARI BAHAN DAUR ULANG
DENGAN MENGGUNAKAN METODE “UP FLOW”
Gugun
Gumelar, Jhordy Wong Abuhasan, Syarif Hidayah Ramadhan, Faris Agung Nur Wibowo,
Agung
Afriansyah
SMA
Negeri 4 Kota Tangerang
Tangerang,
Banten
Abstrak
Laboratorium sekolah sebagai tempat
terjadinya penggunaan zat-zat tertentu berpotensi untuk menimbulkan limbah
kimia. Oleh karena itu, air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu alternatif pengolahan limbah yang
dapat diaplikasikan adalah pengolahan penyaringan yang dikenal dengan proses
filtrasi. Pada penelitian ini, dilakukan pengolahan limbah cair yang berasal
dari laboratorium IPA dan menggunakan bahan daur ulang dengan metode up flow.
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah warna, kekeruhan, pH
dan COD. Parameter warna dan kekeruhan dapat diketahui dari pengamatan
langsung dengan menggunakan mata, penentuan nilai pH menggunakan indikator
universal sedangkan untuk penentuan nilai COD menggunakan metode titrasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada limbah hasil praktikum
titrasi asam basa, terjadi perubahan dari warna merah muda menjadi jernih, dan
terjadi penurunan tingkat kekeruhan. Selain itu terjadi perubahan nilai pH dan
kadar COD, yaitu penurunan nilai pH dari 12 menjadi 7, serta penurunan nilai
kadar COD dari 210 mg/L menjadi 140 mg/L. Untuk limbah hasil praktikum laju
reaksi terjadi perubahan warna dari putih menjadi bening, dan juga kekeruhan
limbah yang semulanya keruh menjadi lebih bening. Selain itu terjadi perubahan
nilai pH dan kadar COD, yaitu peningkatan nilai pH dari 0 menjadi 7, serta
penurunan nilai kadar COD dari 178 mg/L menjadi 120 mg/L. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengolahan
limbah cair laboratorium sekolah dari bahan daur ulang dengan menggunakan
metode up flow sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Penelitian
tentang pengolahan limbah cair laboratorium sekolah ini diharapkan dapat
mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan dan sebagai bentuk dukungan
terhadap program adiwiyata yang telah digagas oleh sekolah serta pemerintah
dalam melindungi dan menjaga lingkungan hidup di sekitar kita.
Kata kunci: pengolahan
limbah laboratorium sekolah, metode up flow.
PENDAHULUAN
Laboratorium
sekolah merupakan salah satu penghasil limbah cair, padat maupun gas. Kuantitas
dan frekuensi limbah laboratorium sekolah termasuk kecil, sedangkan kandungan
bahan pencemar termasuk bervariasi dan bahkan ada yang mengandung bahan buangan
berbahaya. Limbah padat di laboratorium sekolah relatif kecil sehingga masih
bisa diatasi. Demikian juga dengan limbah yang berupa gas, umumnya dalam jumlah
kecil sehingga relatif masih aman untuk dibuang langsung ke udara. Tetapi
berbeda dengan limbah cair, umumnya laboratorium sekolah berlokasi di kawasan
hunian, sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah dapat
membahayakan lingkungan sekitar.
Di indonesia
masih banyak terdapat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) yang masih membuang limbah cair dari kegiatan praktikum melalui wastafel
yang berada di laboratorium. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang telah
dirancang oleh pemerintah, seperti yang dikutip dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata
Cara Perizinan Serta Pedoman Pengkajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau
Sumber Air.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 81A Tahun 2013, kegiatan
kepramukaan menjadi ekstrakurikuler wajib. Tujuan pembinaan kegiatan
ekstrakurikuler di bidang kepramukaan di sekolah adalah untuk menunjang
kegiatan belajar mengajar, khususnya di bidang pembinaan kesiswaan dalam pembentukan
watak dan kepribadian siswa melalui kegiatan kepramukaan. Kegiatan kepramukaan
tidak hanya mempelajarai tentang ilmu kepramukaan saja, namun juga mempelajari
ilmu-ilmu yang dapat dijadikan dasar menjadi seorang scientist, seperti
melakukan riset. Oleh karena itu, kepramukaan SMA Negeri 4 melakukan penelitian
dalam pengolahan limbah cair laboratorium sekolah.
Berbagai
teknik pengolahan air buangan (limbah) untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Salah satu alternatif pengolahan limbah
yang dapat diaplikasikan adalah pengolahan penyaringan yang dikenal dengan
fltrasi. Secara sederhana, alat pengolahan limbah cair yang berasal dari
laboratorium sekolah dapat dibuat
sendiri.
Dalam penelitian ini, dilakukan pengolahan limbah cair yang berasal dari
laboratorium IPA dengan menggunakan bahan daur ulang dengan metode up flow.
Alat pengolahan limbah cair yang berasal dari laboratorium
sekolah ini terdiri dari 6 botol penampung. Botol penampung yang berasal dari
limbah plastik (air mineral) digunakan sebagai wadah limbah cair dan hasil
pengolahannya serta sebagai wadah untuk bahan-bahan yang digunakan sebagai
filter. Adapun bahan yang digunakan sebagai filter dalam proses filtrasi ini
adalah karbon aktif yang berasal dari limbah pure it, pasir silika,
kerikil, sabut kelapa dan dacron. Selain itu, pengetahuan pioneering
yang dipelajari di kepramukaan dapat diaplikasikan untuk membuat rak yang
digunakan sebagai tempat penyangga botol-botol tersebut.
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah warna,
kekeruhan, pH dan COD. Parameter warna dan kekeruhan dapat diketahui dari
pengamatan langsung dengan menggunakan mata, penentuan nilai pH menggunakan
indikator universal dan untuk penentuan nilai COD menggunakan metode titrasi.
Dengan dilakukannya penelitian tentang pengolahan limbah cair
laboratorium sekolah ini, diharapkan dapat mengurangi tingkat pencemaran
terhadap lingkungan dan sebagai bentuk dukungan terhadap program adiwiyata yang
telah digagas oleh pemerintah dalam melindungi dan menjaga lingkungan hidup di
sekitar kita.
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2015 di SMA Negeri 4 Kota
Tangerang dan SMK Negeri 2 Kota Tangerang.
B. Pengambilan Sampel
Limbah cair
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil aktivitas kegiatan praktikum
yang dilakukan siswa di Laboratorium IPA SMA Negeri 4 Kota Tangerang. Adapun
limbah yang digunakan berasal dari hasil kegiatan praktikum kimia, yaitu
titrasi asam basa dan laju reaksi.
C. Prosedur Pengolahan
Limbah
1.
Masukkan air limbah ke dalam botol
penampung awal.
2.
Alirkan
air limbah dari botol penampung awal ke botol filter yang pertama (berisi
karbon aktif yang berasal dari limbah pure it). Diamkan selama semalam.
3.
Alirkan
lagi hasil penyaringan botol filter yang pertama ke botol filter yang kedua
(berisi pasir silika dan kerikil). Sementara itu, tetap dilakukan penambahan
limbah ke botol penampung awal.
4.
Pengerjaan
selanjutnya sama seperti pada no.2 s.d. no.3 pada botol filter yang ketiga
(berisi dacron dan sabut kelapa) dan botol filter yang keempat (berisi karbon
aktif yang berasal dari limbah pure it).
5.
Setelah
melewati empat tahapan proses pengontakan biofilter, dilakukan pengukuran pH
dan COD.
6.
Selama
proses pengontakkan biofilter dilakukan juga pengamatan warna dan kekeruhan
terhadap limbah yang digunakan.
D. Uji Parameter COD
Parameter COD diuji dengan menggunakan metode titrasi (Panduan
Praktikum SMK Negeri 2 Tangerang, Inggu Teddy Purnomo) dengan cara sebagai
berikut:
Alat:
1. Buret
2. Refluks
3. Pipa Mohr 10 mL
4. Erlenmeyer
Bahan:
1. Batu didih
2. Indikator ferroin (Penanthroline monohydrate)
3.
|
Kalium
Dikromat (
|
) 0,25 N
|
|
|
4.
|
Larutan
Asam Sulfat-Perak Sulfat (
|
-
|
)
|
5.
|
Ferro
Amonium Sulfat/FAS
|
(
|
.
|
) 0,05 N
|
Standarisasi Ferro Ammonium Sulfate (
|
|
.
|
) 0,05 N
|
1.
Pipet 10 mL larutan kalium dikromat 0,25
N, masukkan dalam erlenmeyer glass.
2.
Tambahkan 90 mL aquades, aduk.
3.
Tambahkan 20 mL asam sulfat pekat dan
didinginkan.
4.
Tambahkan 2-3 tetes indikator ferroin.
5.
Titrasi dengan menggunakan larutan ferro
ammonium sulfat 0,05 N
6.
Perubahan warna menjadi merah kecoklatan
(merah bata).
7.
Perhitungan :
dimana ;
Volume Kalium Dikromat (mL) Normalitas Kalium Bikromat (N)
Volume
FAS yang dibutuhkan untuk titrasi (mL)
Penentuan nilai COD
1.
Pipet sebanyak 10 mL sampel, tempatkan
dalam tabung COD.
2. Tambahkan 0,2 gr dan beberapa batu didih.
3.
Tambahkan
5 mL larutan kalium dikromat 0,25 N sembari diaduk hingga larutan homogen.
4.
Dinginkan tabung COD dalam bak pendingin
es, kemudian tambahkan 15 mL larutan
-
sedikit
demi sedikit dari
dinding tabung, kemudian
diaduk hingga
homogen.
5.
Refluks selama 1 jam.
6.
Dinginkan sampai suhu ruangan.
7.
Tambahkan 3-5 tetes indikator ferroin.
8.
Titrasi dengan FAS.
9.
Perubahan warna dari kuning kehijauan
menjadi merah kecoklatan (merah bata).
10.
Catat volume FAS yang terpakai untuk
titrasi.
11.
Lakukan duplo (dua kali titrasi).
12.
Lakukan analisa blanko sebagai faktor
koreksi (perlakuan sama).
13.
Perhitungan :
Keterangan:
A
= Volume titran blanko (mL)
B
= Volume titrasi sampel (mL)
N
= Normalitas FAS
= 8
Penentuan
pH
pH
sampel diuji dengan menggunakan indikator universal.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
data pengamatan sebagai berikut:
Tabel
1. Hasil Pengamatan dari Pengolahan Limbah Cair Laboratorium IPA
Parameter
|
Limbah Titrasi Asam
|
Limbah Laju Reaksi
|
|
Sampel
|
|
|
|
|
|
Sebelum
|
Setelah
|
Sebelum
|
Setelah
|
|
|
|
|
|
|
|
Warna
|
Merah muda
|
Bening
|
Putih
|
Bening
|
|
|
|
|
|
|
|
Kekeruhan
|
-
|
Jernih
|
Keruh
|
Jernih
|
|
|
|
|
|
|
|
pH
|
12
|
7
|
0
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
COD
|
210 mg/L
|
140 mg/L
|
178 mg/L
|
120 mg/L
|
|
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi perubahan terhadap warna,
kekeruhan, pH dan COD dari masing-masing limbah sebelum dan sesudah pengolahan.
Pada kedua limbah tersebut terjadi perubahan warna yang cukup signifikan. Pada
limbah titrasi asam basa terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening
dan pada limbah laju reaksi terjadi perubahan warna dari putih menjadi bening.
Begitu pun dengan parameter kekeruhan, yang sebelumnya keruh berubah menjadi
jernih,
Perubahan-perubahan yang terjadi ini disebabkan oleh zat-zat
padat yang dijadikan sebagai media penyaring (filter) dalam penelitian ini.
Pasir merupakan media penyaring yang baik dan biasa digunakan dalam proses
penjernihan air. Hal ini dikarenakan sifatnya yang berupa butiran bebas yang
porous dan berdegradasi. Butiran pasir memiliki pori-pori dan celah yang mampu
menyerap dan menahan pertikel dalam air, selain itu butiran pasir juga
mempunyai keuntungan dalam pengadaannya yang mudah dan harganya yang relatif
murah. Pasir berfungsi menyaring kotoran dan air, pemisah sisa-sisa serta
pemisah partikel besi yang terbentuk setelah kontak dengan udara, selama
penyaringan koloid suspensi dalam air akan ditahan dalam media porous tersebut
sehingga kualitas air akan meningkat. Sementara itu, kerikil berfungsi sebagai
media penyangga dalam proses filtrasi, agar media pasir tidak
terbawa aliran hasil penyaringan, sehingga
penyumbatan dapat dihindari. Setelah itu arang aktif, arang akitf adalah bahan
padat berpori yang terbentuk dari hasil pembakaran bahan yang mengandung
karbon. Unsur utamanya terdiri atas karbon terikat, abu, nitrogen, air, dan
sulfur. Arang yang baik adalah arang yang memiliki kadar karbon tinggi dan
kadar abu rendah. Arang aktif yang sering disebut karbon aktif dan biasa
dimanfaatkan untuk bahan bakar juga digunakan untuk keperluan pengolahan air
karena memiliki daya serap dan absorbsi yang kuat untuk gas atau bau dan warna
pada air (Kusnaedi,1995).
Parameter pH
14
|
|
|
|
|
|
pH sebelum
|
|
|
pH sesudah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
|
|
12
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
7
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Limbah titrasi asam
|
|
|
Limbah laju reaksi
|
|
Grafik 1.1
Grafik
1. pH Limbah sebelum dan sesudah Pengolahan
Berdasarkan
grafik 1, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan pH pada limbah titrasi asam
basa dari pH 12 menjadi 7. Sebaliknya, terjadi kenaikan pH pada limbah laju
reaksi dari pH 0 menjadi 7. Berdasarkan hasil pengukuran pH pada limbah setelah
proses filtrasi, dapat dikatakan bahwa hasil pengolahan limbah memiliki pH
netral sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
Perubahan Nilai Kadar COD
250
|
|
|
|
COD sebelum
|
|
|
|
COD sesudah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
200
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
150
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
210
|
|
|
|
|
|
|
|
|
100
|
|
|
178
|
|
|
|
|
|
140
|
|
|
|
50
|
|
120
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Limbah titrasi asam
|
|
Limbah laju reaksi Grafik 1.2
|
|
Grafik
2. Nilai Kadar COD Limbah sebelum dan sesudah Pengolahan
Berdasarkan
grafik 2, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan COD pada kedua limbah. Pada
limbah titrasi asam basa, terjadi penurunan nilai COD dari 210 mg/L menjadi 140
mg/L. Begitu pun pada limbah hasil praktikum laju reaksi, terjadi penurunan
nilai COD dari 178 mg/L menjadi 120 mg/L. Pada limbah hasil praktikum titrasi
asam basa memiliki nilai COD lebih tinggi dari limbah hasil praktikum laju
reaksi. Hal ini disebakan karena pada limbah titrasi asam basa terdapat banyak
senyawa organik. Semakin banyak senyawa organik yang terkandung dalam suatu
limbah, maka semakin banyak oksigen yang diperlukan untuk mengikat senyawa
organik tersebut sehingga nilai COD pada limbah tersebut akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa hasil pengolahan limbah
sudah termasuk dalam larutan yang tidak berbahaya bagi lingkungan karena
memiliki nilai COD ?>200 ( UNESCO, WHO/UNEP, 1992).
KESIMPULAN
Beberapa zat
padat alam memiliki kemampuan dalam melakukan filtrasi limbah yang berasal dari
laboratorium sekolah. Hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai parameter COD
pada limbah titrasi asam sebesar 66,67% dan perubahan pada limbah laju reaksi
sebesar 67,41%. Begitu pun perubahan pH dari kedua sampel limbah menjadi pH
netral atau bernilai 7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengolahan limbah
laboratorium sekolah dari bahan daur ulang dengan menggunakan metode up flow
aman untuk dibuang ke lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai
Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Pengkajian Pembuangan Air Limbah
Ke Air Atau Sumber Air
Kusnaedi, 1995, Macam-Macam Komponen Biofilter, Bandung.
UNESCO, WHO/UNEP, 1992
Inggu Teddy Purnomo, 2014, Panduan Praktikum SMKN 2
Tangerang, Tangerang.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 81A Tahun 2013, Implementasi Kurikulum
2013, 2013.